Minggu, 28 Oktober 2007

Megawati Akan Lakukan Safari ke Jatim

[Antara News] - Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) yang juga mantan Presiden RI, Megawati Soekarnoputri, dijadwalkan akan melakukan safari ke sejumlah daerah di Jatim. Sekretaris DPD PDIP Jatim, Kusnadi SH MHum, di Surabaya, Minggu, mengatakan safari Megawati dimulai pada November mendatang.

"Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan dialog langsung dengan rakyat Jatim guna melihat dukungan masyarakat terhadap rencana PDIP yang mendukung Ibu Megawati sebagai capres dalam Pilpres 2009," katanya.

Kusnadi mengatakan untuk melihat peluang Megawati dalam Pilpres mendatang, respon rakyat akan menjadi bahan pertimbangan untuk memperbaiki langkah-langkah mendatang. "Kegiatan ini semata-mata lebih mendekatkan Ibu Mega dengan rakyat, sehingga nantinya kegiatan ini bukan partai yang melakukan," katanya. Kusnadi menampik kalau kegiatan tersebut untuk kepentingan Pilgub, apalagi untuk menentukan calon yang akan diberangkatkan PDIP.

Terkait kegiatan tersebut, Ketua DPD PDIP Jatim, Drs Sirmadji MPd, dan Kusnadi, telah dipanggil Megawati di Jakarta untuk melakukan koordinasi bersama sejumlah pengurus PDIP dari Jateng dan Jabar. Informasi dari Sekretariat DPD PDIP Jatim menyebutkan safari Megawati ke Jatim kabarnya juga untuk melihat langsung dukungan masyarakat Jatim terhadap Cagub dari PDIP.

Megawati nantinya akan memutuskan satu dari dua nama yang saat ini sudah ada di DPP PDIP, yakni Dr Soekarwo SH MHum, Sekdaprov Jatim, dan Ir Sutjipto, Ketua DPP PDIP, untuk ditetapkan sebagai Cagub dari PDIP pada Pilgub Jatim 2008. (*)

Senin, 22 Oktober 2007

Akbar Tandjung Tanggapi Positif Wacana Liga Bangsa

[Media Indonesia] - Mantan Ketua DPP Partai Golkar Akbar Tandjung menilai wacana pembentukan Liga Bangsa bergulir menjelang Pemilu 2009 mendatang sebagai sesuatu hal positif. "Saya rasa sih baik ada koalisi semacam itu. Tapi, harus disamakan dulu platformnya dan program yang dimiliki harus bisa bertahan selama lima tahun", katanya di sela-sela menghadiri Pengajian dan Silaturahmi Keluarga Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kartasura, Sukoharjo, Minggu (21/10).

Pernyataan tersebut ia kemukakan menanggapi wacana pembentukan Liga Bangsa yang digulirkan PDI Perjuangan bersama Partai Golkar dan PAN beberapa waktu lalu. Meski Akbar sendiri mengaku belum mengetahui secara persis bagaimana dan sudah sampai sejauh mana pembicaraan menyangkut wacana tersebut di antara ketiga partai politik itu.

Pembentukan koaliasi antara partai politik, menurut Akbar, sebetulnya bukanlah hal baru dalam dunia politik Indonesia. Pada 2004 silam, Partai Golkar yang saat itu masih berada di bawah kepemimpinannya juga sudah pernah menggalang kekuatan bersama PDI Perjuangan. Waktu itu, untuk mendukung pencalonan Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi.
Tapi, ternyata usia Koaliasi Kebangsaan itu tidak bertahan lama. Terpilihnya Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden, membuat Partai Golkar kemudian mengalihkan dukungannya kepada pemerintah.

"Jadi, kalau sekarang ada pendekatan-pendekatan bisa saja. Komunikasi dalam bidang politik adalah satu hal yang wajar. Tetapi yang harus dilakukan pertama kali adalah menyamakan platform terlebih dulu", kata Akbar.

Jika nanti pasangan calon presiden yang diusung koaliasi ini terpilih, maka koaliasi bisa menjadi pendukung utama pemerintahan. Tetapi jika calon yang diusung kalah. Maka koaliasi ini harus tetap bertahan lima tahun untuk membangun kekuatan penyeimbang. Yaitu memperkuat fungsi-fungsi di DPR dan mengawasi kinerja pemerintahan. "Jadi, itulah intinya pembentukan koalisi. Harus disepakati dulu platform sebagai pedoman lima tahun. Jangan tergoda untuk masuk lagi ke pemerintahan", tambah Akbar. (22/10/07)

Senin, 15 Oktober 2007

Pantaskah Kita Tidak Menghargai Mantan Presiden ?

[Indonesia Care Group] - Berita mengenai kegagalan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri mengunjungi korban gempa di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat (Sumbar) untuk memberikan bantuan kepada korban gempa sungguh sangat memprihatinkan dan melukai hati rakyat. Akibatnya, hingga saat ini timbul tanda tanya besar : Mengapa pemerintah tidak menghargai mantan presidennya ? yang entah kapan akan dijawab pemerintah.

Seperti diberitakan luas, termasuk media kita ini, Danrem 032 Wirabraja Kolonel TNI Bambang Subagyo dan Danlanud Tabing Padang Letkol Pnb Sugiharto di Bandara Minangkabau Padang menyampaikan bahwa Mabes TNI melarang penggunaan helikopter yang akan digunakan oleh Megawati. Menurut Wasekjen PDIP Agnita Singadikane, sebenarnya awalnya dikatakan bisa terbang, tetapi kemudian ada pemberitahuan dari Cilangkap (Mabes TNI) tidak boleh digunakan.

Tentu saja pelarangan sangat mengherankan. Mengapa upaya warga negara yang kebetulan mantan Presiden ingin membantu korban bencana kok mesti dihalang-halangi seperti ini. Kasus ini dipastikan berpotensi menurunkan citra baik TNI yang selama ini dipelihara dengan baik. Oleh sebab itu, jika penyebab utamanya adalah oknum petinggi militer, sepantasnya dia diberikan sanksi militer – tentu saja setelah dilakukan penyelidikan yang mendalam.

Dalam konteks ini, kita sepenuhnya mendukung mantan Kasum TNI Letjen (Purn) Suaidy Marasabessy yang menyatakan agar Mabes TNI menjelaskan alasan yang rasional mengenai pelarangan pesawat helikopter terhadap Megawati. Suaidy menyetakan hal demikian tentu bukan tanpa argumentasi. Menurutnya, kasus ini berpotensi menimbulkan konflik politik yang berkepanjangan, sangat menghambat inisiatif rujuk nasional, serta menyuburkan dendam antar elit politik.

Pertanyaan kita selanjutnya, mengapa pemerintah membiarkan persoalan ini terjadi ? Bukankah pencitraan dan public relations yang selalu dibangun oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bisa pupus gara-gara kasus ini ? Oleh karena itu, agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi, ada dua hikmah yang harus dijadikan pelajaran oleh pemerintah dan warga.

Pertama, sebaiknya pemerintah tidak arogan dengan menutup mata dan telinga atas partisipasi warga terhadap korban bencana – apalagi pemerintah menolak bantuan asing. Sepanjang untuk kepentingan sosial hendaknya pemerintah mendukung upaya warga apalagi niatnya sangat mulia, yaitu membantu korban gempa. Kedua, marilah kita meningkatkan kesetikawanan sosial dengan saling tolong menolong dan bergotong royong antar sesama. Sudah saatnya kita tidak tergantung kepada pemerintah – anggap saja pemerintahan kita sekarang ini sedang tidak berfungsi normal. (Sumber : Kontan (26/9), Media Indonesia (27/9), Suara Pembaruan (28/9), Bisnis Indonesia (29/9), Koran Tempo (3/10), Majalah Trust (1-7/10), Majalah Tempo (7/10).

Solidaritas untuk Bengkulu

[Solidaritas untuk Megawati Soekarnoputri] - Bencana alam kembali melanda Tanah Air. Bengkulu diguncang gempa berkekuatan 7,9 Skala Richter (SR). Akibatnya sangat fatal karena sejumlah bangunan hancur lebur dan korban manusia pun bergelimpangan. Saatnya, kita menunjukkan solidaritas dan kepedulian sosial kepada masyarakat Bengkulu.

Seperti diberitakan di media, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri secara spontan telah menunjukkan kepeduliannya dengan memerintahkan Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) PDIP agar segera berangkat ke lokasi gempa ke Bengkulu. Sekurang-kurangnya dua mobil ambulans dan tim medis yang terdiri dari 4 dokter dan 12 paramedis lansung meluncur ke Bengkulu. Dua mobil truk juga diboyong ke sana, lengkap dengan logistik seperti obat-obatan, tenda peleton, mi instan dan beras.

Bengkulu memang memiliki kedekatan historis dengan Megawati, karena ibu kandungnya Fatmawati yang akrab dipanggil Bu Fat, berasal dari Bengkulu. Namun, tentu saja bukan karena alasan historis itu kalau kemudian Megawati sangat responsif terhadap bencana ini. Keprihatinannya yang mendalam, sekaligus kepedulian sosialnya yang tinggi, pasti menjadi alasan utama untuk menolong sesamanya.

Sudah sepantasnya, upaya yang dilakukan oleh Megawati menjadi contoh yang baik bagi para pemimpin bangsa untuk lebih peduli kepada rakyat yang sedang tertimpa bencana. Untuk urusan tolong-menolong dan bergotong-royong, kita jangan terlalu tergantung kepada pemerintah, apalagi tugas utama pemerintah menyejahterakan rakyatnya belum bisa ditunaikan dengan baik. (Sumber : Sinar Harapan, Suara Karya, The Jakarta Post)